Teman-teman sekalian, sudah lama juga ya saya ngga posting. Saya akhir-akhir ini banyak program yang harus saya selesaikan secara simultan. Pada posting kali ini saya mencoba membuat esei mengenai SURVIVE. Ini mungkin esei terpanjang tanpa gambar yang pernah saya buat, mudah-mudahan bermanfaat..... Survive Pernah mendengar kata survive atau bertahan hidup? Kata survive hanya bisa kita temukan pada orang-orang yang telah mengalami banyak rintangan dalam hidupnya kemudian orang tersebut mampu melewati itu semua dan menjadikan orang tersebut sangat matang dalam berpikir, selalu mempunyai perhitungan yang tepat dalam melangkah dan selalu mempunyai jalan keluar dari rintangan-rintangan baru yang dihadapinya kemudian.
By Nova Rahman
Kata-kata survive tidak ditemukan pada orang-orang yang tidak mempunyai rintangan atau tantangan dalam hidupnya. Orang yang selalu mencari jalan aman dalam menjalani hidup ini tidak akan pernah matang dalam berpikir, tidak mempunyai perhitungan yang tepat dalam melangkah dan kesulitan menemukan solusi dari masalah yang dihadapinya.
Jepang, adalah negara yang penduduknya paling banyak mengkonsumsi ikan segar. Orang Jepang tahu betul bedanya ikan segar dengan ikan yang sengaja dibuat segar melalui alat bantu. Ketika kebutuhan akan konsumsi ikan segar ini meningkat, para nelayan Jepang akhirnya melakukan ekspansi pencarian ikan hingga Jauh ke negara lain. Hasil tangkapan karena ekspansi ini terbilang cukup banyak sehingga konsumsi akan ikan segar bisa terpenuhi di Jepang.
Namun muncul masalah baru, ternyata ikan segar yang begitu banyak ditangkap, banyak yang mati ketika sampai ke Jepang karena perjalanan yang sangat jauh. Orang Jepang tahu kalau ikan yang mereka makan bukan lagi ikan segar sebab selama ini mereka telah terbiasa merasakan daging ikan yang segar. Setelah dipikirkan mengenai masalah ini, para nelayan Jepang membuat lemari pendingin dalam kapal-kapal mereka sehingga setiap mereka menangkap ikan mereka langsung memasukannya ke dalam lemari pendingin dengan harapan ikan-ikan tersebut masih dalam keadaan segar ketika sampai Jepang karena proses pembusukan terhenti akibat pembekuan di lemari pendingin.
Ketika ikan yang telah dibekukan ini dikonsumsi oleh orang Jepang, mereka langsung tahu bahwa ikan ini juga telah mati karena pembekuan. Meskipun dagingnya tidak mengalami pembusukan, namun orang Jepang tahu kalau ikan ini sudah tidak segar lagi. Akhirnya para nelayan Jepang mencari cara lagi untuk mengatasi hal ini. Kemudian para nelayan Jepang membuat kolam-kolam penampungan ikan di kapal-kapal mereka. Setiap mereka menangkap ikan, mereka masukan ke dalam kolam-kolam penampungan dengan harapan ikan-ikan tersebut masih dalam keadaan hidup ketika sampai di Jepang. Namun yang terjadi adalah ketika sampai Jepang, ikan-ikan tersebut banyak yang mati. Hal ini belum diketahui penyebabnya, yang paling mendekati analisanya adalah ikan-ikan tersebut banyak yang mati karena jumlah ikan-ikan tersebut di dalam kolam penampungan terlalu banyak. Namun analisa ini kemudian di bantah oleh beberapa nelayan Jepang, mereka mengatakan bahwa rasio jumlah ikan dengan kolam penampungan masih cukup artinya masih ada space (ruang) bagi ikan untuk berenang.
Masalah ini kemudian di analisa lagi. Kemudian ada orang ahli di Jepang yang mengatakan bahwa banyak ikan yang mati di dalam kolam penampungan dikarenakan ikan-ikan tersebut tidak tertantang untuk tetap hidup sehingga banyak ikan yang mati. Pernyataan ini tentu saja membuat banyak orang mengerutkan keningnya apa mungkin benar analisa seperti itu. Sang ahli yang memberikan pernyataan tadi kemudian menyarankan kepada para nelayan Jepang agar memasukkan 2-3 ikan Hiu di setiap kolam penampungan. Para nelayan Jepang agak tercengang dengan saran ini, mereka berpikir bisa-bisa ikan yang sampai ke Jepang jumlahnya tinggal sedikit akibat dimakan oleh Hiu yang ditempatkan di dalam kolam penampungan. Namun para nelayan Jepang tetap mau mencoba saran yang diberikan ini, sehingga di tempatkanlah 2-3 ikan Hiu di dalam kolam penampungan.
Setiap ikan yang ditangkap, dimasukkan ke dalam kolam penampungan yang didalamnya terdapat ikan Hiu. Begitu para nelayan ini selesai menjalankan tugasnya dan kembali ke Jepang, alangkah terkejutnya mereka. Para nelayan Jepang mendapati jumlah ikan yang mereka tetap jumlahnya hanya berkurang sedikit namun semuanya hidup !
Ternyata ikan Hiu hanya memakan sedikit dari ikan-ikan yang berhasil ditangkap tadi. Sebagian besar ikan tertantang untuk tetap hidup agar tidak dimakan oleh ikan Hiu. Selama perjalanan membawa ikan dari tempat yang jauh menuju Jepang, ternyata telah terjadi sebuah proses yang alami dimana ikan-ikan yang ditangkap secara naluri mereka berusaha menghindari ikan Hiu yang ingin memakan mereka. Ikan-ikan ini selama perjalanan, telah menemukan cara bagaimana caranya menghindari ikan Hiu. Mereka belajar dari ikan-ikan lain yang telah gagal menghindari ikan Hiu dan akhirnya menjadi santapan ikan Hiu.
Teman-teman tahu, hal yang saya ceritakan di atas sebenarnya juga terjadi pada kehidupan manusia. Ketika manusia merasa terancam, dihambat, tidak mendapatkan kebebasan, banyak rintangan dalam hidupnya, di zalimi, direndahkan, ditekan dan masih banyak perlakuan yang sifatnya rintangan hidup, ternyata manusia malah mampu menemukan cara yang tepat untuk keluar dari segala rintangan hidup. Berapa banyak pemimpin dunia yang muncul akibat tekanan hidup yang begitu hebat sehingga membuatnya berpikir bagaimana cara mengatasi tekanan tersebut. Akhirnya terjadilah proses panjang pematangan berpikir yang membuahkan seorang manusia yang menunjukkan kelasnya. Orang-orang yang tidak pernah tertantang atau memilih menghindari tantangan tersebut cenderung tidak muncul sebagai manusia yang mudah putus asa, mudah menyerah. Banyak orang-orang disekitar kita yang selalu mencari jalan aman dan menghindari tantangan hidup. Orang seperti ini akan mempunya grafik kehidupan yang flat (datar). Tidak ada fluktuasi (naik turun) pada grafik kehidupannya. Mungkin ketika kita membandingkan dua grafik antara yang flat dengan yang fluktuatif, maka kita bisa lihat bahwa grafik yang flat cenderung membosankan untuk dilihat sedangkan grafik yang fluktuatif cenderung menyenangkan untuk dilihat dan selalu muncul rasa ingin tahu, naik atau turunkah grafik berikutnya. Dalam dunia medis, jika kita melihat grafik dari monitor untuk pasien yang biasa ditempatkan di ruang ICU (Intensive Care Unit), maka grafik yang fluktuatif menunjukkan adanya tanda kehidupan pada pasien, sedangkan grafik yang flat berarti menunjukkan tidak adanya lagi tanda kehidupan pada pasien tersebut alias pasien tersebut dinyatakan meninggal dunia. Jika dalam kehidupan ini kita lebih memilih menghindari masalah dibanding menghadapi masalah tersebut kemudian menyelesaikannya, maka berarti kita lebih memilih grafik yang flat tadi. Itu berarti kita lebih memilih mati dalam kehidupan kita sendiri.
Essei ini saya buat karena terinspirasi setelah saya melakukan pembicaraan dengan Ibu Hj. Maizarnis (Istri dari H. Amran St. Sidi Sulaiman, Ketua Yayasan Pendidikan Baiturrahmah, Padang). Beliau menceritakan bagaimana sulitnya melakukan praktek untuk Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Baturrahmah di Sumatera Barat (nagari tercinta). Beliau menceritakan kepada saya bagaimana hambatan tersebut sengaja dibuat oleh Fakultas Kedokteran dari Universitas Negeri yang ada di Padang dengan tujuan agar hanya ada satu Fakultas Kedokteran di Sumatera Barat. Saya masih ingat ketika membaca Biografi dari H. Amran St. Sidi Sulaiman, yaitu mengenai hambatan ini ketika beliau sudah mulai menyatakan ingin mandiri mengurus Fakultas Kedokteran Universitas Baiturrahmah. Ketika beliau dihambat seperti ini, beliau justru mempunyai cara untuk keluar dari hambatan ini, beliau pergi ke Sumatera Utara dan menjajaki kerjasama dengan orang-orang disana. Ternyata beliau mendapat sambutan yang begitu luar biasa dan akhirnya beliau bisa melakukan kerjasama dan akhirnya sampai sekarang Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Baiturrahmah melakukan praktek di Sumatera Utara. Bahkan pada wisuda ke 34 yang baru saja dilakukan, Direktur RS Dr. Pirngadi Medan, menyatakan telah memilih Fakultas Kedokteran Universitas Baiturrahmah sebagai Fakultas Kedokteran yang utama yang melakukan praktek di RS tersebut.
H. Amran St. Sidi Sulaiman telah menunjukkan kelasnya, ketika beliau dihambat di nagari nya sendiri, beliau malah tertantang untuk mencari solusi untuk masalah ini. Beliau malah bertambah besar akibat tantangan ini. Tetap semangat Pak Haji.....
Buat Para penghambat.....
Saya masih ingat pesan yang diberikan oleh dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ) pada tahun 1999, beliau adalah DR. Otto Iskandar. Beliau mengawali ceritanya dengan sebuah nasehat kepada saya (waktu itu saya baru aja lulus ATRO tahun 1998), beliau bilang ”Nova, nanti kalau kamu sudah jadi dosen kamu jangan sekali-kali menghambat mahasiswa kamu untuk lulus. Jangan kamu hambat mahasiswa kamu untuk sukses dan jangan kamu hambat mahasiswa kamu karena dia lebih pintar dari kamu, karena bisa jadi mahasiswa yang kamu hambat itu suatu saat menjadi orang besar yang akhirnya tidak memberikan keuntungan apapun ketika kamu membutuhkan bantuan dari dia” Lalu DR. Otto mengisahkan mengenai kawannya yang seorang dosen. Saat itu dosen tersebut masih S2 dan mengajar di S1. Salah seorang mahasiswa dari dosen tersebut ternyata memiliki kepandaian yang melebihi dosennya. Dosen tersebut tidak menyukai hal ini hingga dosen tersebut berusaha menghambat kelulusannya dengan tidak meluluskan mahasiswa tersebut pada mata kuliah yang dia ampu. Waktu terus berjalan hingga akhirnya mahasiswa tersebut akhirnya bisa juga menyelesaikan S1-nya dengan waktu 7 tahun ! Bayangkan 7 tahun mahasiswa pandai tersebut menyelesaikan S1-nya dimana mahasiswa pandai lainnya mungkin bisa menyelesaikan hanya dalam waktu 3,5 tahun.
Waktu terus bergulir, sang mahasiswa pandai ini ternyata langsung mengambil S2. Karena kepandaiannya, mahasiswa tersebut mampu menyelesaikan S2 kurang dari 2 tahun. Waktu kembali berjalan, sang mahasiswa pandai tadi mendapat beasiswa untuk melanjutkan ke jenjang S3. Sekali lagi berkat kepandaiannya, mahasiswa tersebut juga mampu menyelesaikan Program S3 nya dalam waktu kurang dari 2 tahun. Setelah selesai, mahasiswa pandai tadi bergabung di Program Pasca Sarjana menjadi dosen di sana.
Masih ingat dengan dosen yang menghambat mahasiswa pandai ini?
Dosen tadi akhirnya melanjutkan pendidikannnya ke jenjang S3. Dosen tersebut masuk ke Program Pasca Sarjana. 2 tahun berlalu, dosen ini ingin merampungkan S3 nya dengan membuat desertasi. Setelah melalui proses di Program Pasca Sarjana, akhirnya dosen yang sedang mengambil S3 itu pun mendapatkan dosen pembimbing yang cocok untuk desertasinya. Suatu hari sang dosen tersebut mendapatkan panggilan untuk menghadap dosen pembimbingnya untuk membicarakan mengenai desertasi sang dosen ini. Kemudian sang dosen menemui dosen pembimbing untuk desertasinya. Dihadapan sang dosen tadi duduk seorang dosen bergelar DR yang kelihatannya masih muda. Sang dosen tadi kemudian dipersilahkan duduk oleh dosen pembimbingnya, sambil memegang proposal desertasi yang dibuatnya. Dosen pembimbing tersebut membuka pembicaraan dengan sang dosen dengan pertanyaan yang membingungkan sang dosen. “Maaf, apa Bapak masih mengenal saya?” Sang dosen pun menjawab sambil menggaruk kepalanya “Maaf Pak, apa kita pernah bertemu sebelumnya” Lalu dosen pembimbing itupun melanjutkan pembicaraannya “Baiklah jika Bapak tidak ingat dengan saya, saya coba bantu membuka ingatan Bapak. 12 tahun yang lalu Bapak mempunyai seorang mahasiswa yang karena Bapak tidak menyukainya, Bapak menghambat kelulusannya hingga akhirnya dia menyelesaikan S1 nya dengan waktu yang cukup lama, 7 tahun. Bapak tahu dimana mahasiswa itu sekarang?” Sang dosen dengan mulut menganga sambil mengingat-ingat 12 tahun yang lalu menjawab “Maaf, saya ingat tapi saya lupa wajahnya dan saya tidak tahu dimana dia sekarang, bagaimana nasibnya sekarang”. Lalu dosen pembimbing muda itu menghela nafasnya dan berkata dengan lembut namun tegas “mahasiswa malang itu saat ini sedang duduk dihadapan Bapak, saat ini dia sudah bergelar DR dan menjadi dosen pembimbing Bapak” Sang dosen itupun kaget dan rasanya ingin copot jantungnya mendengar itu. Sang dosen tidak menyangka mahasiswa yang 12 tahun lalu dia hambat kelulusannya kini duduk dihadapannya dengan gelar DR dan menjadi dosen pembimbingnya. Akhirnya seiring dengan berjalannya waktu sang dosen pun merasakan hambatan yang sama. Sang dosen tadi menyelesaikan S3 nya dengan waktu yang cukup spektakuler, 12 tahun. Waktu yang sama yang telah ditempuh dosen pembimbingnya, buah dari kesalahannya di masa lalu, menghambat seseorang untuk sukses
Sejak saat itu, saya selalu mengingat pesan dan cerita yang disampaikan oleh DR. Otto . Saya tidak pernah mau menghambat mahasiswa saya meskipun saya kadang tidak menyukainya (bukan karena pandai tapi karena sifatnya), saya mencoba memberikan yang terbaik buat mahasiswa, dan saya sangat bangga jika ada mahasiswa saya yang lebih pintar dari saya, bukannya malah benci dan menghambatnya.
Regards,
Nova
BERITA HARI INI, Powered By METRO TV
SURVIVE
Diposting oleh Nova Rahman Jam 08:36 1 komentar
PENGUJIAN SPEED FILM
Teman-teman sejawat sekalian, radiografer se-Indonesia yang masih setia nongkrong disini, udah lama juga ya saya ngga posting artikel yang bentuknya seperti kuliah umum, nah pada kesempatan ini, saya mencoba untuk berbagi kepada semua pengunjung blog mengenai Pengujian Speed Film, mudah-mudahan bisa menambah ilmu teman-teman sekalian dan mungkin bisa jadi inspirasi buat Mahasiswa ATRO yang saat ini sedang cari-cari judul KTI, mau tahu bagaimana Pengujian Speed Film itu ........ PENGUJIAN SPEED FILM
Latar Belakang
Setiap film yang dibuat oleh perusahaan pembuat film, memiliki respon yang berbeda-beda terhadap eksposi yang mengenainya baik oleh cahaya tampak maupun radiasi seperti sinar-x. Akibat respon yang berbeda inilah, maka muncul istilah film speed (kecepatan film).
Dasar Teori
Definisi Speed Film (Kecepatan film) adalah respon film terhadap eksposi baik oleh cahaya tampak maupun sinar-x yang ditandai dengan adanya densitas pada film, semakin cepat film menghitam, maka semakin tinggi kecepatan film tersebut. Menurut ANSI (American National Standards Institute), Speed film x-ray di definisikan sebagai eksposi yang dibutuhkan oleh film untuk mencapai densitas sebesar 1. Jadi film yang mencapai densitas sebesar 1, maka film tersebut telah mencapai persyaratan speed film. Seandainya ada beberapa merk film yang ingin dibandingkan kecepatannya, maka film yang terlebih dahulu mencapai nilai densitas sebesar 1 (setelah diberi perlakuan yang sama) maka film tersebut dikatakan film dengan kecepatan paling tinggi diantara film yang dibandingkan tersebut.
Alat dan Bahan
1. Film yang akan dibandingkan speed nya (harus lebih dari satu merk)
2. Densitometer (jika memungkinkan yang digital)
3. Stepwedge yang berlisensi RMI
4. Pesawat Sinar-x
5. Automatic Processor
6. Kertas milimeter block
Prosedur pengujian
1. Stepwedge di ekspose dengan menggunakan film merk A (dg kaset merk A juga) dan film merk B (dg kaset merk B juga).
2. Eksposi dilakukan dengan menggunakan faktor eksposi yang sama dan pesawat sinar-x yang sama juga.
3. Setelah itu film diproses dengan menggunakan prosesing otomatis yang sama, pada waktu yang sama.
4. Setelah diproses, ukur masing-masing step pada gambaran stepwedge yang tampak dengan menggunakan Densitometer.
5. Setelah di dapat hasilnya, buat kurva karakteristik dari kedua gambaran stepwedge tsb dalam satu grafik.
6. Setelah jadi kurva karakteristiknya, tarik garis ke kanan, dari nilai densitas = 1,00 + Densitas dari Basic Fog. Kurva yang pertama terkena garis tadi merupakan film yang speednya paling tinggi.
Contoh Hasil Pengujian
Pengujian kali ini dilakukan di Laboratorium Radiografi Program Studi D III Teknik Radiodiagnostik dan Radioterapi Universitas Baiturrahmah, Padang. Eksposi yang dilakukan menggunakan kV = 60 dan mAs = 8, Pesawat Sinar-X Merk Siemens Multimobile 150 mA dan Automatic Processing merk Agfa Shallow Tank dengan kecepatan 90 detik. Film yang digunakan dua merk yaitu Agfa dan Kodak (keduanya green sensitif, medium speed)
Analisis Data Menggunakan Kurva Karakteristik
Dari kurva karakteristik yang dihasilkan dari data pengujian film Agfa dan Kodak di dapat kesimpulan bahwa Film Kodak mempunyai speed film lebih tinggi dibandingkan dengan Film Agfa. Namun jika dilihat dari Densitas Maksimum yang dihasilkan, Film Agfa memiliki Densitas maksimum lebih tinggi dibandingkan dengan densitas maksimum yang dihasilkan Film Kodak.
Berdasarkan pengalaman, faktor eksposi yang digunakan untuk Film Kodak biasanya lebih rendah dibandingkan dengan Agfa, namun Hasil radiograf Film Agfa tampak lebih jelas kontrasnya jika dibandingkan Film Kodak yang jika dilihat gambarannya cenderung berwarna hitam kecoklatan.
Demikian posting kali ini semoga bermanfaat
Jika menginginkan artikel ini dalam bentuk PDF silahkan download disini
regards,
nova
Diposting oleh Nova Rahman Jam 15:36 0 komentar
Akhirnya, Buku itu jadi juga....
Selama kurang lebih 3 minggu ini, hampir setiap hari saya selalu bangun antara jam 9 - 10 malam, kemudian tidak tidur lagi hingga adzan shubuh berkumandang. Selama hampir 3 minggu tersebut saya mencoba menyelesaikan tugas dari Bapak Rektor, yang sebenarnya juga cita-cita saya dari dulu, yaitu Menyusun Buku Ajar Radiofotografi I. Alhamdulillah, hari sabtu yang lalu tanggal 29 November 2008, Buku Ajar Radiofotografi I telah berhasil saya susun dan sudah diserahkan ke Kampus untuk mungkin selanjutnya akan diperbaiki oleh beberapa tim mengenai teknik penulisan dsb hingga nanti mengarah diterbitkan menjadi sebuah buku yang siap di pasarkan.
Buku Ajar Radiofotografi I ini berjumlah 132 Halaman, dengan XI Bab, yang di dalamnya membahas mengenai materi yang di ajarkan pada Mata Kuliah Radiofotografi I. Saya sangat senang ketika buku ajar ini selesai disusun, sebab ini adalah buku ajar radiofotografi I pertama yang berbahasa Indonesia (Bukan Hand out atau Modul). Materinya antara lain mengenai Konsep Fotografi dan Radiografi, Film, Kaset Radiografi, Intensifying Screen, Pengolahan Film secara manual dan otomatis, Kamar Gelap dsb. Semuanya berbahasa Indonesia dan mengunakan ilustrasi gambar serta tabel yang memudahkan pembaca untuk mengerti isi buku tersebut.
Saya sangat berterima kasih kepada Yang Maha Kuasa yang telah memberikan kekuatan kepada saya dalam menyelesaikan buku ajar ini. Kepada teman-teman radiogafer se-Indonesia, saya juga ucapkan terima kasih karena ada beberapa teman yang mengetahui proyek ini, kemudian ikut juga mendoakan penyelesaian buku ini. Mudah-mudahan buku ini bisa menambah khasanah buku untuk calon radiografer dan radiografer itu sendiri, terutama karena buku ini berbahasa Indonesia. Buat teman-teman yang menginginkan buku ini harap bersabar karena Buku Ajar ini masih harus melalui beberapa proses lagi hingga nanti akan di pasarkan secara umum, dan saat itulah barulah teman-teman bisa mendapatkannya dengan mudah.
regards,
nova
Diposting oleh Nova Rahman Jam 16:15 4 komentar