8.30.2008

New Generation

Hari ini saya berkesempatan memberikan materi pada acara Orientasi Pengenalan Kampus di ATRO Nusantara Jakarta, kebetulan tanggal 25-26 Agustus yang lalu saya menghadiri Sounding Draft Buku Ajar Mata Kuliah Fisika Radiasi di Cisarua, Bogor, yang di adakan oleh Pusdiknakes, ya mumpung lagi berada di kota asal saya, ngga ada salahnya kan silaturahmi ke temen-temen, kebetulan Direktur ATRO Nusantara Jakarta ini kan temen seperjuangan saya dulu (saya dulu di ATRO Nusantara Jakarta berdinas selama kurang lebih 8 tahun), jadi saya diminta untuk hadir disana…..

Pada saat mengisi materi tersebut, saya melihat calon-calon radiografer yang baru saja masuk. Saat melihat mereka saya teringat 13 tahun yang lalu saat saya baru saja masuk ATRO Dep.Kes Jakarta. Saya yakin apa yang saya pikirkan 13 tahun yang lalu pasti sama apa yang dalam pikiran mereka sekarang. Mereka belum jelas betul apa itu ATRO, apa aja yang dipelajari di ATRO dan dimana mereka bekerja jika sudah lulus nanti.

Pikiran seperti itu ternyata saat ini dimiliki oleh para calon radiografer yang saat ini baru memasuki masa awal perkulihan yang jumlahnya sekitar 15 institusi ATRO (untuk informasi aja, bahwa saat ini sudah ada 15 ATRO di seluruh Indonesia, 2 negeri dan sisanya swasta). Sampai saat ini, dengan 15 ATRO se-Indonesia, berarti akan ada pekerjaan besar buat kami yang berkecimpung di dunia pendidikan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tadi. Bukan cuma itu sebenarnya, kami juga harus memikirkan sistem terbaik untuk mereka, sehingga mereka mendapatkan pendidikan yang layak sehingga mereka lulus nanti akan menjadi partner kita yang qualified.

Saya sadar betul, kebutuhan tenaga radiografer di Indonesia akan terbantu untuk terpenuhi dengan berdirinya banyak Institusi ATRO baru di Indonesia, tetapi ini bukan berarti kita mengelola Institusi ATRO ini dengan seenaknya saja, tanpa memikirkan bagaimana program dan sistem terbaik untuk mereka, sehingga tidak terbentuk sebuah well education dalam sebuah Institusi Pendidikan. Ingat ini tanggung jawab kita bersama, karena suatu saat kita akan digantikan oleh mereka, tentunya kita ingin kualitas radiografer pengganti kita-kita yang sekarang ini, lebih baik dari mereka seiring dengan perkembangan teknologi yang akan mereka hadapi.

Untuk menciptakan hal ini, Institusi Pendidikan haruslah memiliki SDM yang handal serta sarana dan prasarana yang menunjang. Ada beberapa Institusi ATRO yang saya tahu persis, tidak memiliki Laboratorium Radiografi di kampusnya sendiri. Ada juga mahasiswa-mahasiswa di beberapa ATRO saat kuliah yang berhubungan dengan radiologi, diajar oleh dosen yang sama sekali tidak memiliki latar belakang ATRO atau radiologi karena kepentingan yayasan. Sekarang bagaimana bisa terwujud sebuah pendidikan yang berkualitas jika hal-hal seperti di atas masih berjalan sampai saat ini.

Teman-teman yang di Pelayanan, tidak kalah penting peranannya dalam menciptakan radiografer muda yang berkualitas. Teman-teman di Pelayanan, harus memberikan sebuah pengetahuan dan pengembangan keterampilan, saat junior-junior kita ini melakukan PKL di tempat teman-teman bekerja, tanpa memandang itu dari ATRO mana. Terkadang kita sebagai senior di tempat bekerja, tidak membimbing mahasiswa dengan baik, malah cenderung senang jika ada anak ATRO yang PKL, kemudian langsung pergi dari ruangan mencari kesibukan lain karena berpikir kan sudah ada anak ATRO yang mengerjakan pekerjaannya. Kita harus sadar bahwa jika dulu kita tidak dibimbing dengan baik oleh senior kita sebelumnya, tidak mungkin kita bisa menjadi seperti saat ini. Sebagai balas budi terhadap senior kita yang membimbing kita dulu, maka bimbinglah junior kita dengan sebaik-baiknya.

Tetapi teman-teman radiografer se-Indonesia jangan dulu berpikir, wah kalau begini ditutup saja ATRO-ATRO swasta di Indonesia, biar cuma ada yang negeri saja, biar lulusannya berkualitas. Saya banyak juga mendapatkan pemikiran seperti itu, apalagi saat saya mau pindah ke ATRO di Padang. Jika ada teman-teman radiografer yang berpikir bahwa kalau tidak ada ATRO swasta maka radiografer di Indonesia bisa berkualitas, maka jawabannya jelas SALAH….. Justru kita akan semakin memperburuk pelayanan radiologi di Indonesia. Sampai saat ini, bahkan dengan banyaknya ATRO di Indonesia, masih banyak pelayanan radiologi di Indonesia yang dilakukan oleh orang-orang yang hanya ikut pelatihan selama 3 bulan (operator), padahal dalam Permenkes 357 tentang SIR dan SIKR jelas mengatakan bahwa pelayanan radiologi hanya boleh dilakukan oleh radiografer dan radiografer itu minimal lulusan D-III. Ini semua karena tenaga radiografer di Indonesia masih kurang.. Teman-teman bisa membayangkan sendiri bagaimana jadinya pelayanan radiologi di Indonesia, jika cuma ada 2 ATRO di Indonesia. Bisa-bisa pelayanan radiologi dilakukan oleh orang yang tidak mengerti Proteksi Radiasi, orang yang tidak tahu bagaimana seharusnya membuat Comparation Radiograph (foto perbandingan untuk kasus-kasus seperti Congenital), orang yang tidak tahu berapa waktu optimum pencucian di developer untuk pencucian manual dan sebagainya. Nah kan lebih parah kalau begitu.

Saya mendengar dari teman yang pulang dari Jepang beberapa tahun yang lalu, Jepang saat itu telah memiliki Institusi ATRO sebanyak 35, padahal wilayah pelayanan radiologi di Jepang jelas kalah luas dengan Indonesia. Artinya ATRO di Indonesia masih bisa menghasilkan lulusan yang berkualitas dan lulusannya masih punya banyak tempat untuk bekerja. Mengenai maraknya berdiri ATRO-ATRO baru biarkan saja, nanti kan ada seleksi alam, ATRO yang tidak memilki manajemen, sistem pendidikan dan program yang bagus, tentu lambat laun akan di tinggal oleh masyarakat dan akhirnya tutup sendiri (sudah ada 1 ATRO yang tutup dan beberapa yang mulai kekurangan mahasiswa).

Jadi sekali lagi, mari kita bantu sepenuhnya proses pendidikan ATRO di Indonesia dengan segala kemampuan yang kita miliki, karena suatu saat mereka akan menjadi pengganti kita dengan kemampuan yang bisa dihandalkan. Adalah sebuah kebanggan buat kita jika lahir sebuah Generasi Baru yang berkualitas dan kita termasuk orang-orang yang ikut andil menciptakan Generasi Baru tersebut.

regards,

nova


1 komentar:

  1. Saya agak sedikit tergelitik dengan tulisan Mas Nova tentang New generation, sehingga saya agaknya merasa perlu sedikit menambahkan tulisan Mas Nova tersebut dari sudut padang yang berbeda ( pelaksana lapangan ).
    Menurut pendapat saya semua yang Mas Nova sebutkan diatas memang sudah betul adanya. Mungkin kalo saya resume akan ditarik garis bawah sbb:

    1. Bahwa tenaga radiografer untuk pemenuhan kebutuhan pelayanan radiografi dan imajing di Indonesia ini memang masih kurang. Khususnya daerah yang jauh dari pusat pendidikan Radiografer.
    2. Kekurangan ini dapat terbantu dengan adanya ATRO swadaya non negeri (swasta).
    3. Diperlukan sarana dan prasarana ( termasuk SDM ) yang memadai untuk mewujudkan seorang radiografer yang handal dan mumpuni dibidang Radiografi dan imajing.

    Namun begitu sebenarnya awal sebuah pendidikan adalah seleksi/ pemilihan & Penerimaan mahasiswa. Justru pada titik inilah yang paling menentukan hasil akhir dari sebuah proses pendidikan walaupun tidak muklak 100% karena masih ada proses lain yang berlanjut.
    Tetapi sebenarnya yang terpenting menurut saya adalah “kemauan serta minat dan bakat.” Kebetulan saya adalah lulusan ATRO Dep. Kes Semarang. Pada saat awal masa perkuliahan jumlah mahasiswa yang ada sekitar 58 orang. Namun seiring berjalannya waktu sampai pada upacara wisuda yang tersisa hanya 52 orang. Sebanyak 3 orang di DO (Drop Out) dikarenakan tidak bisa mengumpulkan IPK di atas 2,5 pada semester II dan III dan yang seorang lagi terpaksa di undur kelulusannya dikarenakan masih ada mata kuliah yang belum bisa diselesaikan karena mata kuliah ybs masih bernilai D.
    Pada saat ini saya melihat adik – adik junior kita sekarang ini kurang dalam hal ini, entah karena apa pada saat mereka melakukan PKL banyak sekali dari mereka yang hanya sekedar menjalankan rutinitas kurikulum pendidikan tanpa ada target yang hendak dicapai. Kompetensi apa yang akan diperoleh, begitu juga dalam hal ketrampilan saya tidak dapat membedakan apa titik berat apa yang harus dimiliki mahasiswa semester III, IV, V dan VI. Yang seharusnya dapat dibedakan secara kasat mata seperti zaman dahulu saya menjadi mahasiswa.
    Sedikit saya sampaikan pada saat saya menjadi mahasiswa semester III (awal melakukan PKL Radiografi pertama), kebetulan kami (saya dan seorang rekan yang lain) mendapat kesempatan disebuah RSUD dipinggiran kota di pesisir pantai selatan Jawa selama 24 jam sehari selama 6 minggu. Jujur saya sampaikan pertama kali datang pada hari pertama PKL saya sempat tidak berani me-ronsent pasien, walaupun hanya sekedar manus, sebuah pemeriksaan yang sangat mudah dilakukan.
    Namun senior saya saat itu memberi contoh ( dan hanya 1x itu saja ). Semenjak itu semua pemeriksaan konvensional non kontras kami lakukan secara mandiri. Ada sebuah rahasia yang kami dapat sebelum melakukan PKL saat itu yaitu text book Radiografi. Setiap ada kesulitan kami selalu membolak - balik buku yang kami bawa. Dan dari situ kami mulai mengenal radiografi (sebagai mahasiswa tikat III), betapa menyenangkan membuat gambaran organ tubuh manusia dengan memperhatikan aspek proteksi radiasi tentunya.
    Mungkin pada saat ini begitu mudahnya mendapatkan buku – buku referensi Radiografi dan Imajing tidak sesulit jaman saya kuliah dulu. Sehingga menurut saya tidaklah sulit mengikuti perkembangan teknologi imajing modern pada saat ini.
    Akhirnya ....
    Bravo untuk kita semua.... Radiografer Indonesia........ Jayalah selalu di negeri Indonesia

    BalasHapus